|
kata sambutan di bagian entri pameran Marida Nasution. |
Pukul dua siang tampak awan mendung menyelimuti jakarta sejuknya alam meredam suasana hiruk pikuk, jalan terasa lebih tentram dan adem. Suasana ini tampaknya mendukung saya yang telah berniat untuk melihat pameran Seni rupa di GALNAS (Galeri Nasional) yang terletak di daerah Jl. Medan Merdeka di depan stasiun Gambir. Awalnya saya ingin melihat pameran merging methaphors sesampai disana saya langsung berjalan menuju ke Ged. A karena disanalah biasanya acara pameran diadakan. Namun langkah saya terhenti sesaat karena melihat bagian muka ged. A tampak tertutup kain putih dengan keyakinan teguh saya coba terjang masuk melewati tangga samping, tapi bukan pameran Merging Methaphors yang saya temui. Terlihat dengan jelas sebuah tulisan di hall depan “Marida Nasution (1956–2008): Kiprah Seorang Perempuan
Pegrafis Indonesia”, pantang untuk mundur saya lanjutkan langkah menuju bagian
resepsionis dan mengisi buku tamu( ritual sebelum memasuki pameran). Oya disini
teman-teman diharuskan menitipkan tas karena mungkin sebagai alasan keamanan dan
kebersihan.
|
bagian muka ged. A |
Galeri Nasional Indonesia kembali menggelar Pameran Tunggal
Marida Nasution (Alm.) untuk yang kedua kali. Sebelumnya pada Maret 2001 silam,
pernah diselenggarakan Pameran Tunggal ke-IV Marida Nasution berjudul “Harkat
Perempuan”. Pada 2015 ini di bulan yang sama tepatnya pada 20–30 Maret 2015,
Pameran Tunggal Marida Nasution kembali dihelat dengan tajuk “Pameran Tunggal
Marida Nasution (1956–2008): Kiprah Seorang Perempuan Pegrafis Indonesia”, di
Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Pameran ini merupakan hasil kerja sama
Galeri Nasional Indonesia dengan Keluarga Besar Marida Nasution dan Institut
Kesenian Jakarta.
Setelah melalui pintu depan sudah terlihat beberapa karya
grafis terpajang dengan rapih perlahan saya telusuri nikmati satu demi satu
karya yang terpajang suguhan warna-warni berpadu dengan variasi bentuk. Tampak
sisi feminim yang dominan dan kental muncul dari karya-karya beliau, dengan
warna yang dominan lembut namun tersembunyi sisi keras/ tangguh dari hasil
visual bentuk (pendapat saya).
Semakin saya kedalam semakin saya terhanyut dalam
karya-karya beliau suasana yang sedikit sepi di dalam gedung menambah
kenikmatan tersendiri ketika menikmati karya.Pada beberapa karya karya beliau
tampak sebuah kompleksitas dari teknik cetak saring yang seolah olah mengatakan beliau tak akan
pernah berhenti belajar dan bereksplorasi demi untuk mencapai hasrat maupun
ekspresi yang ingin disampaikan. Hasilnya pun sepadan dengan rasa yang
tersampaikan dan kita dapat nikmati melalui tema, bentuk dan warna.
|
beberapa hasil karya beliau di bagian depan. |
Konsep in memoriam diterjemahkan dalam penyajian sekitar 40
karya grafis cetak saring dan etsa (etching) yang tidak hanya berupa karya seni
grafis konvensional, tetapi juga menghadirkan objek-objek 3D (patung-patung
kecil), sebagai karya instalasi. Dalam karya instalasi tersebut cetak saring
sebagai teknik tidak diterapkan pada helaian kertas tapi pada helaian akrilik
yang transparan. Keseluruhan karya itu menandai kiprah seni almarhumah sejak
masa pendidikan sebagai mahasiswi seni grafis Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
hingga beberapa waktu menjelang wafat ditampilkan dalam pameran ini. Bagian menarik dari sisi display pameran ini adalah ruang kerja sekaligus alat dan perlengkapan yang digunakan oleh beliau dalam berkarya. Juga media bantu seperti kamera maupun buku buku yang dibaca dalam pendalaman materi.
Menurut hemat saya dari keseluruhan karya karya tersebut dapat menyimpulkan bagaimana sikap, sifat, harapan maupun integritas beliau dalam menjalani kehidupan. Beliau sebagai tokoh feminim yang tangguh, kritis, berkemauan keras, mandiri, simpatik, humoris dekat dan peduli dengan keluarga maupun lingkungan sekitarnya.
Sebagai akhir kata pameran ini sangat layak untuk kita saksikan baik sebagai restopeksi maupun sebagai cermin perjuangan salah satu tokoh wanita seniman Grafis Indonesia.
No comments:
Post a Comment